BAB II KAJIAN PUSTAKA
Sejalan dengan rumusan masalah,
penelitian ini dimaksudkan untuk memformulasikan suatu model pembelajaran,
yakni model pembelajaran konstruktivisme yang berbasis karakter materi,
khususnya pada perkuliahan Bahasa Indonesia Kelas Rendah yang setingnya adalah
PGSD Universitas Jambi Kampus Muara Bulian. Karena penelitian ini dimaksudkan
untuk memformulasikan suatu model pembelajaran, pada bagian ini disajikan
kajian teori tentang model pembelajaran. Mengingat model yang akan diformulasikan itu berdasarkan
paham konstruktivisme, pada bagian ini
disajikan kajian teori tentang pembelajaran konstruktivisme. Sehubungan
dengan model pembelajaran konstruktivisme tersebut akan didasarkan pada
karakter materi, pada bagian ini disajikan kajian tentang jenis dan karakter
materi. Menimbang bahan ajar yang akan disajikan pada model pembelajaran
dimaksud adalah bahan ajar mata kuliah Bahasa Indonesia Kelas Rendah, pada
bagian ini disajikan kajian tentang bahan ajar yang bersangkutan.
1.1 Model Pembelajaran
Sudjana
(1989) mendefinisikan model belajar sebagai pola bagaimana dosen melakukan
proses pengajaran melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga mahasiswa dapat
mengikuti proses belajar secara sistematis.
Pada definisinya tersebut, Sudjana
berpendapat bahwa model pembelajaran tersebut tidak lain berupa pola. Pola yang
dimaksudkan berisikan tahapan-tahapan kegiatan dalam proses pengajaran. Dengan
pola tersebut, mahasiswa dapat mengikuti pembelajaran secara sistematis.
Winataputra
(1994) mengemukakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar.
Pada definisi tersebut terkandung pengertian bahwa model pembelajaran itu
berupa kerangka. Kerangka ini kurang lebih sama dengan pola. Kerangka tersebut
merupakan komprehensi dari suatu konsep, tentunya konsep tentang pembelajaran.
Kerangka tersebut dibentuk oleh unsur-unsur langkah suatu prosedur yang
berurutan secara sistematis. Langkah-langkah yang membentuk suatu prosedur
tersebut dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Kerangka
tersebut bisa dijadikan pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran.
Dahlan (1990) mengungkapkan bahwa model
pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, mengatur materi pengajaran dan memberikan petunjuk kepada para
pengajar di kelas dalam latar pengajaran ataupun latar lainnya.
Sebagaimana diakui pakar lainnya, dalam pernyataannya tadi, Dahlan mengakui
bahwa model itu memang merupakan suatu pola. Di Samping itu, Dahlan mengakui
bahwa pola tersebut bisa dipedomani dalam menyusun kurikulum, mengatur materi
pengajaran, dan dalam memberikan petunjuk teknis kepada para guru.
Berdasarkan
berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan
dua hal, yakni hakikat dan fungsi model pembelajaran. Pada hakikatnya, model
pembelajaran itu merupakan suatu konsep tentang pola langkah yang procedural
dan sistematis dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Model tersebut
berperanan sebagai pedoman perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta
pedoman pembinaan para guru.
Joyce dan Weil (2000: 179-180) berpendapat bahwa model
pembelajaran yang baik memiliki unsur-unsur berikut:
1)
sintagmatik
(tahap-tahap kegiatan model),
2)
sistem
sosial (situasi atau suasana dan norma yang berlaku dalam model tersebut),
3)
prinsip
reaksi (pola kegiatan yang menggambarkan cara dosen melihat dan memperlakukan
mahasiswa),
4)
sistem
pendukung (segala sarana, bahan, dan alat yang diperlukan untuk melaksankan
model), dan
5)
dampak
instruksional (hasil belajar berdasarkan tujuan) dan pengiring (hasil belajar
yang muncul sebagai tambahan tanpa dicantumkan langsung pada tujuan).
Sintagmatik adalah
tahap-tahap kegiatan dari model. Sistem
sosial ialah situasi atau suasana, dan norma yang berlaku dalam model
tersebut. Prinsip reaksi ialah pola
kegiatan yang mengambarkan bagaimana seharusnya dosen melihat dan memperlakukan
mahasiswa, termasuk bagaimana dosen memberikan respon terhadap mereka. Prinsip ini memberi petunjuk cara dosen
menggunakan aturan permainan yang berlaku dalam pembelajaran. Sistem pendukung ialah segala sarana, bahan,
dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan model tersebut. Adapun dampak
instruksional dan dampak pengiring adalah hasil blajar yang dicapai langsung
dengan cara mengarahkan mahasiswa pada tujuan pembelajaran yang diharapkan
sedangkan dampak pengiring ialah hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh
suatu proses belajar mengajar sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang
dialami langsung oleh mahasiswa tanpa pengarahan langsung dari dosen.
Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa perumusan
model
pembelajaran harus memperhitungkan komponen dasar perumusan model, yakni
landasan teoritik, tujuan hasil belajar, tingkah laku mengajar, lingkungan
belajar dan sistem pengelolaan.
1.2 Pembelajaran
Konstruktivisme
Menurut
pandangan konstruktivisme, belajar
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan dalam suatu lingkungan sosial (Brooks & Brooks, 1993). Pada konteks tersebut, siswa merupakan pembangun-pembangun pengetahuan yang aktif
bagi dirinya sendiri. Konstruktivisme memperkenalkan sesuatu yang
penting dari sebuah tugas belajar yang otentik, sesuatu yang penting dari suatu
konteks dalam kerangka kerja siswa, dan sesuatu yang penting dari pembelajaran
kolaboratif.
Berkaitan
dengan hal tadi, Dewey (1938) mengatakan
bahwa pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang permanen, melainkan sesuatu yang
bergantung pada aktivitas, sebuah proses penemuan. Seperti
dipertegas oleh Piaget (1973) bahwa "to understand is to
discover, or reconstruct by rediscovery”. Memahami itu berarti menemukan, atau
merekonstruksi melalui menemukan kembali. Hal tersebut memungkinkan seseorang
di masa mendatang menjadi orang yang potensial untuk kreatif dan produktif, yang
tidak hanya sekedar melakukan pengulangan-pengulangan. Lebih lanjut ditegaskan oleh Von Glaserfeld (1984) ”Learners construct
understanding. They do not simply mirror and reflect what they are told or what
they read. Learners look for meaning and will try to find regularity and order
in the events of the world even in the absence of full or complete information”.
Pembelajar itu
membangun pengertian. Mereka tidak hanya membayangkan dan merefleksikan apa
yang mereka katakan atau apa yang mereka baca. Para siswa mencari maksud/makna
dan mencoba menemukan aturan dan urutan peristiwa/kejadian dari suatu kekosongan atau ketidaklengkapan
sebuah informasi. Menurut Woolfolk (1993), pembelajar secara aktif membangun pengetahuannya sendiri; otak/pikirannya
menjembatani masukan dari luar untuk menentukan apa yang ingin
dipelajarinya; belajar itu merupakan
aktivitas mental, bukan penerimaan pasif dari sebuah pengajaran.
Duffy (et al.)
menyatakan, “rather than ‘teaching’ the skills, the skills are developed
through working on the problem, i.e., through authentic activity” [Duffy,
1996]. Menurut Duffy, lebih dari sekedar
mengajarkan keterampilan, skills itu akan terkembangkan secara otomatis
melalui kerja dalam masalah, melalui sebuah aktivitas nyata. Seperti dijelaskan
oleh Tan (2000) bahwa belajar itu ditentukan
oleh interaksi yang kompleks antara
pengetahuan siap, konteks sosial, dan permasalahan yang memerlukan pemecahan.
Pengajaran mengacu pada penyediaan situasi kolaboratif yang memungkinkan para siswa memiliki cara
dan peluang untuk membangun
pemahaman-pemahaman baru dan situational-spesifik melalui perakitan pengetahuan-pengetahuan
lalu dari beragam sumber [Ertmer, 1993]. Dalam keyakinan Grab e
et al, pengalaman belajar kaum konstruktivis dan latihan-latihan kelas yang
tepat, meliputi produktivitas dan refleksi pemikiran; aktivitas nyata,
melibatkan kerja sama/kolaborasi dan pertimbangan-pertimbangan dari banyak perspektif, dan akses siswa terhadap
isi/konten wilayah ranah ahli/pakar yang dapat menjadi model ketrampilan ranah spesifik [Grabe, 1998].
Menurut
Savery & Duffy (Savery, 1995)
lingkungan PBM berdasar pada asumsi-asumsi aliran konstruktivisme berikut ini.
Ø Mendasarkan
semua aktivitas belajar pada tugas atau masalah yang lebih besar.
Ø Mendukung
pembelajar dalam mengembangkan pikirannya tentang seluruh masalah atau tugas.
Ø Merancang
tugas-tugas otentik.
Ø Merancang
tugas dan lingkungan/suasana belajar untuk merefleksikan ling-kungan/ suasana
yang harus mereka fungsikan di akhir pembelajaran.
Ø Membebaskan
pembelajar menggunakan caranya sendiri dalam mengem-bangkan solusi.
Ø Merancang
suasana belajar untuk mendukung dan menantang proses berpikir pembelajar.
Ø Mendorong pengujian ide-ide terhadap
alternatif-alternatif pendapat/pandangan dan konteks.
Ø Menyediakan
kesempatan.
1.3 Jenis dan Karakter
Materi
Pada
setiap bidang studi, bahan ajar itu beragam. Secara umum, ragam bahan ajar itu
terdiri atas bahan fakta, konsep, prinsip, prosedur, keterampilan, dan nilai (Depdikbud,
2006). Jenis bahan ajar fakta, konsep,
prinsip, dan prosedur termasuk bahan ajar kongnitif. Jenis bahan ajar
keterampilan termasuk bahan ajar psikomotor. Jenis bahan ajar nilai termasuk
bahan ajar sikap.
Bahan
ajar yang berkategori fakta ini, di antaranya, adalah nama-nama objek (baik kongkrit maupun
abstrak), lambang, peristiwa, dan pernyataan seseorang. Contoh bahan ajar yang
berupa nama adalah nama tempat, nama orang, dan nama waktu; contoh yang berupa
lambang adalah lambang persatuan, lambang negara, dan lambang perdamaian;
contoh yang berupa peristiwa adalah peristiwa kemerdekaan RI, peristiwa perang
Dipenogoro, dan peristiwa kecelakaan; contoh yang berupa pernyataan seseorang adalah pendapat akhli pendidikan dalam hal terSetentu. Semuanya
itu merupakan hal yang ada
sebagaimana adanya. Menurut KBBI (2008), hal yang benar-benar ada itu tidak
lain adalah fakta. Oleh karena itu, bahan ajar serupa tadi dikatakan bahan
ajar yang berupa fakta.
Bahan
ajar yang berupa konsep, di antaranya, adalah pengertian, jenis-jenis,
karakteristik, dan fungsi. Contoh bahan ajar yang berupa pengertian, di
antaranya, adalah pengertian puisi, pengertian kalimat, dan pengertian
kurikulum; yang berupa jenis-jenis adalah jenis-jenis media pembelajaran,
jenis-jenis karya tulis, dan jenis-jenis kata; yang berupa karakteristik adalah
karakteristik siswa, karakteristik kalimat, dan karakteristik puisi; yang
berupa fungsi adalah fungsi alat ucap, fungsi paragraph, dan fungsi afiks.
Semuanya itu memiliki ekstensi, komprehensi sehingga bisa terbentuk suatu
gambaran tentangnya pada kognisi manusia. Semuanya itu memiliki relasi dengan
konsep-konsep lain. Oleh karena itu, bahan ajar serupa tersebut dikatakan bahan
ajar yang berupa konsep.
Bahan ajar yang berkategori prinsip
adalah bahan ajar yang berupa dalil, kriteria, keharusan, dan dasar-dasar. Contoh
bahan ajar yang berupa dalil adalah dalil stimulus respon; yang berupa kriteria
adalah kriteria karangan yang baik; yang berupa keharusan adalah keharusan
memenuhi aturan; yang berupa azas adalah azas keadilan. Semua hal tersebut
merupakan pikiran yang bersifat dasar serta yang diyakini kebenarannya. Oleh
karena itu, hal tersebut dikatakan bahan ajar yang berkategori prinsip.
Bahan ajar yang berkategori prosedur adalah bahan ajar yang berupa cara pengerjaan
sesuatu. Contoh bahan ajar tersebut adalah cara pembuatan karangan. Cara
pembuatan karangan ini memiliki beberapa langkah. Langkah-langkah yang
bersangkutan bersifat sekuensional, yakni berurutan dan berhubungan. Hal
demikian disebut prosedur. Oleh karena itu, bahan ajar tadi dikatakan bahan
ajar yang berupa prosedur.
Bahan ajar yang berkategori
keterampilan adalah bahan ajar yang berupa perbuatan pengerjaan sesuatu. Contoh
bahan ajar tersebut adalah pembuatan karangan. Pembuatan karangan adalah suatu
pekerjaan membuat karangan. Sebagai suatu keterampilan, kecakapan dalam
pekerjaan tersebut berkaitan erat dengan keseringan berpraktek.
Bahan ajar yang berkategori nilai
adalah bahan ajar yang berupa kepositifan kepribadian. Rincian kepositifan
kepribadian tersebut, di antaranya, adalah kejujuran, keterbukaan, dan
keuletan. Baik kejujuran, keterbukaan, maupun keuletan merupakan suatu
kepribadian. Kepribadian tersebut bersifat positif. Oleh karena itu, bahan ajar
tersebut dikatakan berkategori nilai.
Setiap jenis bahan ajar tersebut
memiliki karakter masing-masing. Bahan ajar fakta, di antaranya, berkarakter kongkrit
dan ekstensional; bahan ajar konsep bersifat komprehensif, abstrak, dan relasional; bahan ajar prinsip
bersifat normative; bahan ajar prosedur bersifat sekuensional dan
konsekuensional; bahan ajar keterampilan bersifat praktis; serta bahan ajar
nilai bersifat moralis.
Karakter bahan ajar tersebut
berkonsekuensi terhadap cara pemerolehan atau penguasaannya. Bahan ajar factual
hanya bias diingat, tidak akan bias dirumuskan oleh pikiran. Bahan ajar konsep
bias diperoleh melalui berpikir dengan memperhatikan ekstensi, komprehensi, dan
relasinya. Bahan ajar prinsip bias diperoleh melalui berpikir dengan
memperhatikan keadaan apa yang harus diperoleh. Bahan ajar prosedur bias
diperoleh dengan berpikir melalui memperhatikan hal apa yang akan dihasilkan.
Bahan ajar keterampilan hanya bias diperoleh melalui praktek. Bahan ajar nilai
hanya bias diperoleh melalui praktek yang berpenguatan secara kontinu dan
instens.
1.4 Bahan Ajar Mata Kuliah
Bahasa Indonesia Kelas Rendah
Bahan
ajar mata kuliah Bahasa Indonesia Kelas Rendah adalah bahan ajar yang
dibutuhkan lulusan PGSD pada saat membelajarkan siswanya di kelas rendah. Bahan
ajar tersebut, secara umum terdiri atas perkembangan dan pemerolehan bahasa
anak, pendekatan pembelajaran bahasa, pembelajaran menulis dan membaca
permulaan, pembelajaran sastra anak-anak, program pembelajaran bahasa terpadu,
dan evaluasi pembelajaran membaca dan menulis (Depdikbud, 2006).
Bahan
ajar tentang perkembangan dan pemerolahan bahasa anak berguna bagi lulusan PGSD
dalam memahami kesiapan dan perkembangan penguasaan bahasa pada para siswanya.
Bahan ajar pendekatan pembelajaran bahasa berguna bagi lulusan PGSD dalam
mempertimbangkan pendekatan yang relevan bagi pembelajaran yang akan
digelarnya. Bahan ajar pembelajaran menulis dan membaca permulaan serta
pembelajaran sastra anak-anak berguna bagi lulusan dalam membelajarkan siswanya
pada materi pembelajaran yang bersangkutan. Bahan ajar pembelajaran bahasa
terpadu berguna bagi lulusan PGSD dalam memadukan pembelajaran bahasa di kelas
rendah. Bahan ajar evaluasi pembelajaran membaca dan menulis permulaan berguna
bagi lulusan PGSD dalam mengukur dan menilai pencapaian tujuan pembelajaran.
Dilihat
dari sisi jenis dan karakternya, bahan ajar Bahasa Indionesia Kelas Rendah ini
beragam. Pada bahan ajar tersebut, ada bahan ajar yang berupa fakta, konsep,
prinsip, prosedur, keterampilan, dan nilai. Bahan ajar yang berupa fakta itu di
antaranya adalah nama-nama tahapan perkembangan penguasaan bahasa anak,
nama-nama pendekatan pembelajaran, dan nama-nama bahan ajar di SD. Bahan ajar
yang berupa konsep, di antaranya, adalah pengertian pendekatan konstruktivisme,
jenis-jenis pendekatan, dan fungsi media pembelajaran. Bahan ajar yang berupa
prinsip, di antaranya, adalah bahan ajar pedoman dasar pembelajaran. Bahan ajar
yang berupa prosedur, di antaranya, adalah langkah-langkah persiapan
pembelajaran terpadu. Bahan ajar yang berupa keterampilan, di antaranya, adalah
pembuatan RPP. Bahan ajar yang berupa nilai, di antaranya, adalah kekreatifan
dalam perumusan teknik pembelajaran.
ini sangat membantu saya untuk merampungkan tugas yang menggila di meja belajar saya
BalasHapus