Blogger Widgets

Wadah elektronik yang disajikan sederhana ini merupakan komponen komplementer E-LEARNING pada Universitas Jambi yang dimaksudkan sebagai penguat perkuliahan tatap muka. Namun demikian, bila khalayak lain bermaksud memanfaatkannya, saya persilakan dengan senang hati. Semoga ikhtiar kecil ini bermanfaat. Amin.

Kepada segenap pengunjung blog ini, dimohonkan maklumnya sehubungan dengan isi blog ini belum maksimal. Isi blog ini insyaallah akan di-upload-kan berangsur-angsur sesuai dengan keadaan kebutuhan.

Jumat, 17 Februari 2012

REALITAS DI SEPUTAR PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN

Sudah sejak lama para pakar pendidikan membicarakan, mencari, menemukan, mengadopsi, mengsosialisasikan, dan menerapkan metode pembelajaran membaca permulaan. Namun demikian, hasil pembelajaran membaca permulaan masih selalu dibicarakan dan diprihatinkan banyak pihak. Selama hasil pembelajaran yang bersangkutan masih seperti itu, tentunya pencarian dan penerapan metode pembelajaran membaca permulaan ini tidak akan berhenti dilakukan.
Sangat disayangkan jika wacana pencarian dan pengujicobaan metode pembelajaran membaca permulaan ini tidak berkesudahan. Tentunya, hal itu dilakukan terus karena efektivitas metode yang bersangkutan belum memuaskan. Jika demikian, tentunya pula hasil pembelajaran tersebut akan berdampak negatif secara berkesinambungan. Kita tahu bahwa kemampuan membaca permulaan merupakan titian tangga kemampuan lanjut. Sementara kemampuan membaca lanjut merupakan instrumen pemerolehan sejumlah informasi pada setiap bidang ilmu dan bidang kehidupan. Jika ada keterlambatan penguasan kemampuan membaca permulaan, maka rasional sekali jika terjadi keterlambatan penguasaan kemampuan kognitif lainnya yang seharusnya secara dini dimiliki.
            Waktu, tenaga, pikiran, serta dana yang sudah tercurah terhadap pencarian, penngujicobaan, dan pensosialisasian metode membaca permulaan ini tentunya sudah banyak sekali. Bangsa kita sudah mengeluarkan energi yang begitu besar demi urusan yang hanya satu titik masalah saja. Energi tersebut akan lebih besar lagi terbuang bila kita masih harus berputar-putar pada lingkaran yang sama. Sementara urusan hidup, khususnya urusan pendidikan, itu sangat kompleks. Di dalamnya terdapat banyak sekali titik dan jaring yang harus dipikirkan dan dilaksanakan yang tentunya membutuhkan energi yang tidak sedikit pula.
            Berkenaan dengan itu semua, bagaimana sebaiknya kita bersikap dan bertindak?  Kondisi dilematis menghadang kita. Jika, masalah pembelajaran membaca permulaan dibiarkan, hal itu akan berdampak negatif yang berkelanjutan. Jika, kita selalu mengurusi pencarian dan pengujicobaan metode pembelajaran membaca permulaan yang tidak berkesudahan, hal ini akan berdampak negatif terhadap berkurangnya volume kesempatan kita untuk mengurusi hal lain yang tidak kalah pentingnya.

I.      URGENSI KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN
Kemampuan membaca permulaan merupakan titian tangga pertama pada wacana membaca. Kemampuan membaca pemahaman, membaca cepat, membaca kritis, dan jenis kemampuan membaca lainnya tidak akan dimiliki jika kemampuan membaca permulaan belum dikuasai. Membaca permulaan merupakan kemampuan prasyarat bagi pemerolehan kemampuan membaca lainnya. Mengapa demikian?
Membaca pemahaman merupakan aktivitas pemerolehan dan pemahaman relasi berbagai informasi dari media bahan bacaan. Membaca cepat merupakan kegiatan mencari informasi dalam tempo yang relatif singkat dari bahan bacaan. Membaca kritis adalah kegiatan memberikan pertimbangan-pertimbangan terhadap informasi yang diperoleh dari bahan bacaan. Semua jenis kegiatan membaca pasti bersentuhan dengan bahan bacaan.  Karenanya, untuk bisa melakukan jenis membaca mana pun dibutuhkan kemampuan mengenali dan memahami sistem lambang tulisan pada bacaan yang bersangkutan. Kita tahu, lambang tulisan bahasa Arab, Cina, Indonesia, dan yang lainnya memiliki sistem sendiri-sendiri. Pengenalan dan pemahaman sistem lambang tulisan tadi terletak pada kemampuan membaca permulaan.
Dengan memperhatikan hal itu, kemampuan membaca permulaan ini merupakan potensi yang sangat strategis untuk bisa menguasai kemampuan membaca lainnya. Mengingat membaca pemahaman, membaca cepat, dan membaca kritis merupakan jalur pemerolehan pengetahuan, maka kemampuan membaca permulaan ini memiliki arti yang sangat penting bagi persiapan pemerolehan pengetahuan secara tertulis.
            Kita tentunya maklum bahwa penyajian informasi secara tertulis ini sangat fleksibel, bebas waktu dan tempat. Melalui bacaan, kita tahu informasi tentang masa silam. Melalui tulisan, kita tahu tentang apa yang terjadi di tempat lain. Begitu banyak informasi yang bergulir pada detik yang sama. Bila perekaman informasi itu hanya mengandalkan alat dengar, tentu kita tidak memiliki kesempatan besar untuk mengetahui itu semua karena diri kita dibatasi oleh masa kini dan tempat di sini. Ini menunjukkan bahwa kemampuan membaca sangat penting untuk bisa meraup semua informasi yang terdokumentasikan secara tertulis dengan tidak diikat waktu dan tempat. Membaca permulaan adalah langkah awal untuk itu.
            Bagi siswa, membaca permulaan merupakan langkah awal untuk berprestasi. Semua ilmu pengetahuan tertulis pada buku paket. Ilmu yang bisa disajikan secara lisan sangat terbatas. Karenanya, para siswa tidak bisa tidak harus segera memiliki kemampuan membaca permulaan ini. Keterlambatan menguasai kemampuan membaca permulaan tentunya akan berdampak terhadap keterlambatan pemerolehan pengetahuan tertulis.
            Berdasarkan hal itu semua, segenap pihak tidak bisa membiarkan keterlantaran pemilikian kemampuan membaca permulaan. Karenanya, segenap pihak bekerja keras untuk menyegerakan pemilikian kemampuan tersebut di kalangan para siswa. Bagaimana hasilnya?

II.    KONDISI UMUM DALAM HAL KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN
Data tertulis yang aktual tentang kritisnya kemampuan membaca permulaan di kalangan para siswa memang belum tersedia. Namun demikian, isu-isu yang muncul dan berkembang tentang itu dari waktu ke waktu belum sirna.
Di setiap daerah yang penulis masuki, isu negatif itu ada. Hampir pada setiap sekolah dasar, isu tersebut ada. Bagaimanakah dengan keadaan di sekolah kita?
            Banyak guru mengeluh karena sebagian besar siswa kelas 1 belum lancar membaca. Bahkan siswa kelas 2 dan 3 pun tidak sedikit yang bermasalah dalam hal membaca lancar (membaca bersuara). Itu pertanda kemampuan membaca permulaan siswa yang bersangkutan masih kurang.
            Kondisi kritisnya kemampuan membaca siswa itu bervariasi. Kemungkinan variasi kritisnya kemampuan membaca tersebut sebagai berikut.
1.       Belum semua lambang tulisan dikenali dan dipahami siswa. Siswa baru mengenali dan memahami sebagian lambang tulisan. Kita tahu bahwa lambang tulisan pada Bahasa Indonesia ini bermacam-macam. Dilihat dari grafisnya, lambang tulisan terdiri dari angka dan abjad. Angka yang dipakai terdiri dari angka romawi dan angka latin. Abjad pada bahasa kita terdiri dari 26 yang digunakan untuk melambangkan fonem monograf dan fonem diagraf.
2.       Belum semua prilaku fonem secara tertulis dikenali dan dipahami siswa. Pada lambang tulisan, setiap abjad membentuk gugusan tertentu. Jumlah variasi gugusan yang bersangkutan sangat banyak. Dalam hal gugusan suku kata saja, terdapat suku kata yang berpola V, KV, KVK, KKV, KKVKK, KKKV, KKKVK, VK, VKK. Tentunya, setiap slot vocal dan konsonan tersebut bisa diisi dengan berbagai jenis vocal dan berbagai jenis konsonan. Bisa dibayangkan betapa banyaknya variasi gugusan abjad tersebut.
3.       Pembacaan lambang tulisan masih tersendat. Belum lancar.
4.       Pembacaan lambang tulisan masih lambat. Belum spontan dan sekejap dalam membaca suatu gugus lambang tulisan.
Kondisi kemampuan teknis seperti itu tentunya berdampak negatif. Perolehan dan pemahaman ilmu pengetahuan secara tertulis relatif minim. Tidak sedikit siswa yang mengalami kesulitan dalam hal penguasaan bidang ilmu tertulis.
Akibat lain, tidak sedikit juga terjadi kasus siswa salah memilih alternatif jawaban pada tes pilihan ganda. Bahkan pada soal isian singkat sering terjadi antara soal dan jawaban tidak sesuai. Hal itu terjadi ada yang disebabkan bukan karena tidak tahu jawaban secara substansial. Hal itu disebabkan oleh masalah teknis, yakni tidak memahami lambang tulisan yang digunakan pada soal yang bersangkutan.
Pada limit waktu tertentu, yang tidak bisa dikendalikan, memang para siswa ahirnya bisa mengenali dan memahami lambang tulisan secara maksimal. Buktinya, mereka yang dulunya bermasalah dalam hal membaca, sekarang sudah tidak mengalami kesulitan membaca lagi. Hal ini berjalan secara tidak tidak terkendali 100%. Sisa ketidakmampuan siswa secara alamiah (tidak terprogram secara jelas dan tuntas) berangsur-angsur dimiliki mereka. Kondisi demikian ibarat daun yang terlepas dari rantingnya dan tertiup angin.
Tentunya, kesegeraan dan terkendalinya penguasaan kemampuan membaca ini tentu akan jauh lebih baik daripada penguasaan yang lambat dan tidak terkendali (tidak terprediksi). Kesegeraan dan terkendalinya penguasaan kemampuan membaca tentu akan berdampak positif terhadap kesegeraan dan jumlah pemerolehan ilmu pengetahuan tertulis. Tujuan program lain bisa tercapai dengan target waktu yang ditetapkan. Jumlah pengetahuan tertulis bisa diraih sesuai dengan target (bahkan bisa lebih tak terhingga).
Hal itu akan berdampak juga terhadap penghematan energi semua pihak dalam hal memberikan bekal kemampuan membaca terhadap siswa yang bersangkutan. Energi guru, siswa, dan orang tua akan lebih hemat. Bila kemampuan membaca permulaan terkuasai dalam tempo tiga bulan (setengah semester), energi guru, siswa, dan orang tua akan dapat tercurah kepada peningkatan kemampuan siswa di bidang lainnya.
Sebenarnya hal itu sangat mudah untuk dipahami segenap pihak. Karenanya, segenap pihak belum berhenti berpikir dan mengusahakan pencarian model yang efisien dan efektif dalam hal pembelajaran membaca permulaan. Buktinya apa?

III.    METODE PEMBELAJARAN YANG PERNAH DISOSIALISASIKAN DAN DIGUNAKAN
Para ahli pendidikan bidang pembelajaran Bahasa Indonesia telah menawarkan sejumlah metode pembelajaran membaca permulaan. Metode yang pernah ditawarkan dan dilaksanakan di sekolah dasar itu adalah:
1.       Metode eja/abjad;
2.       Metode bunyi;
3.       Metode kupas rangkai suku kata;
4.       Metode kata lembaga;
5.       Metode global; dan
6.       Metode SAS
Metode eja adalah serangkaian langkah pembelajaran membaca permulaan yang mengenalkan dan melatihkan pembacaan lambang tulisan dengan menggunakan prinsip pengejaan lambang tulisan sesuai dengan kaidah pengejaan secara alfabetis. Pada metode ini, suatu kata dikenalkan dan dibaca dengan alur induktif. Yang pertamakali dibaca/diucapkan untuk dikenali siswa adalah satuan yang paling kecil, yakni satu huruf.
Metode bunyi adalah kegiatan pembelajaran membaca permulaan yang mengenalkan pembacaan lambang tulisan dengan menggunakan prinsif pembunyian menurut ilmu kebahasaan (fonetis).  Sama dengan penggunaan metode eja, pada metode bunyi ini, suatu kata dikenalkan dan dibaca dengan alur induktif. Yang pertamakali dibaca/diucapkan untuk dikenali siswa adalah satuan yang paling kecil, yakni satu huruf. Hanya saja, huruf yang bersangkutan diucapkan bukan secara alfabetis, melainkan secara fonetis.
Metode kupas rangkai suku kata adalah serangkaian kegiatan pembelajaran membaca permulaan yang mengenalkan lambang tulisan dengan satuan suku kata yang dikupas menjadi satuan-satuan huruf dan dirangkai kembali menjadi suku kata.
Metode kata lembaga adalah cara pembelajaran membaca permulaan yang mengenalkan lambang tulisan dengan menghadirkan kata lembaga. Adapun yang dimaksudkan dengan kata lembaga adalah kata yang sudah dikenal siswa pada kehidupan sehari-hari. Pada metode ini terdapat proses pengupasan kata menjadi suku kata; pengupasan suku kata menjadi huruf; perangkaian huruf menjadi suku kata; dan perangkaian suku kata menjadi kata.
Metode global adalah cara pembelajaran membaca permulaan yang mengenalkan lambang tulisan dengan menghadirkan satuan bacaan secara global. Satuan bacaan secara global ini berupa serangkaian kalimat. Artinya satuan tersebut terdiri dari beberapa kalimat. Dari sekian jumlah kalimat yang dihadirkan, diambil salah satu kalimat untuk dikaji. Pengkajian yang bersangkutan berupa penguraian kalimat menjadi kata, penguraian kata menjadi suku kata, penguraian suku kata menjadi huruf, perangkaian huruf menjadi suku kata, perangkaian suku kata menjadi kata, dan perangkaian kata menjadi kalimat.
SAS merupakan singkatan dari struktur analisis sintesis. Sesuai dengan namanya, metode SAS ini merupakan cara pembelajaran membaca permulaan yang menghadirkan suatu struktur tulisan untuk dianalisis dan disintesis. Sama dengan metode global, pada metode SAS ini terdapat langkah penguraian kalimat menjadi kata, penguraian kata menjadi suku kata, penguraian suku kata menjadi huruf, perangkaian huruf menjadi suku kata, perangkaian suku kata menjadi kata, dan perangkaian kata menjadi kalimat. Bedanya dengan metode global, pada metode SAS ini satuan tulisan yang paling besar berupa kalimat. Di samping itu, pada metode SAS ada fase membaca gambar.
Secara berurutan metode-metode tersebut disosialisasikan dan dianjurkan untuk digunakan di sekolah dasar. Para pelaksana teknis pun (guru) berusaha untuk memahami dan menggunakan metode yang bersangkutan. Kenyataan menunjukkan bahwa sekarang ini banyak guru kembali mundur ke belakang menggunakan metode eja. Ada juga guru yang berusaha menggunakan metode campuran. Hasilnya bagaimana? Itulah yang dikeluhkan mayoritas guru dan orang tua. Kemudian, kita (guru) harus bagaimana? Tentunya harus berusaha terus mengendalikan berbagai hal menjadi kondusif sehingga efek-efek yang ditimbulkan positif.

IV.      PENGENDALIAN VARIABEL PENENTU KEBERHASILAN PEMBELAJARAN MEMBACA PERMULAAN
Penentu keberhasilan pembelajaran membaca permulaan ini tentunya adalah segala hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran yang bersangkutan. Adalah hal yang prinsip dan universal bahwa proses apa pun, keberhasilannya akan ditentukan oleh sejumlah komponen terkait dengan proses yang bersangkutan.
Komponen terkait dimaksud sangat kompleks. Secara umum bisa dikelompokkan sebagai berikut.
1.       Komponen internal (guru, siswa, metode, teknik, media, bahan ajar, instrument evaluasi, program)
2.       Komponen eksternal (orang tua, fasilitas di rumah siswa, lingkungan siswa, lembaga/instansi terkait dengan program pembelajaran membaca permulaan).
Guru tentunya tidak memiliki keleluasan atau kemampuan untuk mengendalikan komponen eksternal. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan potensi guru dalam hal wewenang, waktu, tenaga, dan materi. Yang mungkin dan harus dikendalikan guru adalah komponen internal.  Memang, komponen internal tertentu, yakni program dan bahan ajar, relatif kaku dikendalikan guru karena hal ini bersinggungan dengan kebijakan instansi yang berwenang dalam hal itu. Namun demikian, para pelaksana teknis berkemungkinan bisa menemukan kiat untuk mengharmoniskan berbagai komponen terkait sehingga kebijakan yang ditetapkan berjalan, upaya peningkatan individual guru pun berjalan.
Penataan metode pembelajaran merupakan langkah yang strategis. Melalui penataan metode, komponen teknik, tataan bahan ajar, media, pengevaluasian, termasuk remedial akan bisa (dan memang harus) serta merta tertata. Hal ini sangat bisa dipahami. Kita tahu bahwa suatu metode merupakan serangkaian langkah mulai dari penataan bahan ajar, penyediaan media, penerapan di kelas, teknik evaluasi,  sampai dengan penataan  teknik remedial.


VI.    PENUTUP
Dengan memperhatikan:
1.       urgensi kemampuan membaca permulaan;
2.       kondisi kritisnya kemampuan siswa dalam membaca permulaan;
3.       kebingungan para guru menggunakan metode-metode pembelajaran yang ditawarkan;
4.       strategisnya penataan metode sebagai upaya re-formasi pembelajaran membaca permulaan,
maka rasional sekali bila untuk menangani masalah berkepanjangan dalam hal pembelajaran membaca permulaan ini melalui perakitan metode pembelajaran.
            Hanya saja, pengalaman yang sudah perlu dijadikan cermin. Perakitan metode perlu memperhatikan:
1.       kelengkapan varians karakter bahasa tulis;
2.       ketuntasan setting metode yang memperhatikan penataan komponen lain;
3.       keharmonisan relasi antar unsur terkait pada pembelajaran;
4.       sosialisasi yang tuntas sampai dengan termonitornya penerapan dan hasil di lapangan.



Wawan Gunawan/PBS FKIP Unja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar