Blogger Widgets

Wadah elektronik yang disajikan sederhana ini merupakan komponen komplementer E-LEARNING pada Universitas Jambi yang dimaksudkan sebagai penguat perkuliahan tatap muka. Namun demikian, bila khalayak lain bermaksud memanfaatkannya, saya persilakan dengan senang hati. Semoga ikhtiar kecil ini bermanfaat. Amin.

Kepada segenap pengunjung blog ini, dimohonkan maklumnya sehubungan dengan isi blog ini belum maksimal. Isi blog ini insyaallah akan di-upload-kan berangsur-angsur sesuai dengan keadaan kebutuhan.

Kamis, 23 Februari 2012

KECAKAPAN HIDUP DALAM BERWIRAUSAHA


           Dalam upaya apapun, termasuk berwirausaha, kesuksesan adalah hal yang sangat diharapkan. Adapun wujud kesuksesan itu bisa berbeda-beda. Untuk sekatan waktu awal, bisa jadi kesuksesan yang diharapkan hanya berupa pemahaman akan realita medan wirausaha yang bersangkutan. Pada sekatan waktu berikutnya, kesuksesan yang diharapkan mungkin berupa popularitas, kesimpatian, dan loyalitas di kalangan masyarakat konsumen. Di bagian waktu berikutnya, kesuksesan wirausaha bisa berupa keuntungan finansial. Pada dasarnya kesuksesan itu ditandai oleh tercapainya tujuan (Lubis, 2004).
Kesuksesan berwirausaha ini ditentukan oleh berbagai hal yang berkaitan dengan kegiatan wirausaha yang bersangkutan. Sebagai suatu proses, berwirausaha ini memiliki berbagai komponen pembentuk proses. Komponen dimaksud adalah pelaku, modal, produk, strategi, dan sebagainya. Di samping itu, sebagai suatu unit dari jaringan system kehidupan, berwirausaha ini berinteraksi dengan unit-unit kehidupan lainnya. Unit-unit lain tersebut, di antaranya adalah daya beli konsumen. Mendukung tidaknya  unsur internal dan eksternal tersebut jelas akan menentukan sukses tidaknya wirausaha yang bersangkutan.
Dari sekian banyak unsur terkait, penentu yang dominan adalah pelaku wirausaha. Memang, pelaku usaha bukan satu-satunya penentu. Walaupun pelaku yang bersangkutan berusaha maksimal, namun bila komponen lain tidak mendukung, wirausaha apapun akan menghadapi kegagalan. Hanya saja, komponen lain itu memungkinkan dikendalikan oleh pelaku wirausaha. Ketidakmendukungan komponen lain berkemungkinan bisa diubah menjadi mendukung. Karenanya, sumbangan pengaruh dari pelaku wirausaha jauh lebih besar daripada komponen terkait lainnya.
Pelaku yang bagaimanakah yang bisa mengefektifkan wirausaha? Pelaku yang bisa demikian itu adalah pelaku yang berkemampuan, dengan kata lain pelaku yang berkecakapan. Kecakapan adalah suatu potensi individu untuk bisa melakukan sesuatu. Tanpa kecakapan, aktivitas apapun besar kemungkinan tidak akan bisa dilakukan. Walaupun aktivitas tersebut bisa dilakukan, besar kemungkinan tujuan tidak tercapai karena kualitas aktivitas yang bersangkutan kurang. Kendatipun tujuan yang bersangkutan bisa dicapai, hal itu hanya karena kebetulan, bukan karena kemampuan pengendalian dari individu yang bersangkutan. Ketercapaian tujuan yang diperoleh secara kebetulan ini besar kemungkinan tidak akan bisa diperoleh untuk yang kedua kalinya.
Agar kesuksesan berwirausaha ini terkendali, pelaku wirausaha memang harus memiliki kecakapan yang memadai. Hal ini disebabkan oleh kompleksitas wirausaha. Walaupun cakupannya kecil, namun wirausaha apapun sangat kompleks. Di dalamnya terdapat banyak unsur, baik unsur orang, kebendaan, maupun unsur aktivitas. Masing-masing jenis unsur tadi bersifat jamak dan variatif. Kesemuanya itu saling berinteraksi bergerak menuju titik pencapaian tujuan. Akibatnya, unsur kebetulan terjadinya harmonika relasi antar unsur yang baik itu sangat kecil. Artinya, keharmonisan tersebut memang harus bisa diciptakan atau diupayakan.

JENIS KECAKAPAN YANG DIBUTUHKAN WIRAUSAHAWAN
            Demi kesuksesan berwirausaha, kecakapan apa sajakah yang harus dimiliki oleh seorang wirausahawan? Tentu jawabannya adalah sejumlah kecakapan pada setiap aktivitas yang berkaitan dengan pelaksanaan wirausaha yang bersangkutan.
Terdapat aktivitas apa sajakah di dalam suatu wira usaha? Secara umum, dalam wirausaha apapun terdapat aktivitas-aktivitas berikut.
  1. Perumusan aspirasi yang berupa target atau tujuan
  2. Penganalisisan:
·         berbagai komponen yang berkaitan dengan pencapaian tujuan;
·         berbagai kondisi tentang kelebihan, kekurangan, peluang, dan kendala
  1. Pelaksanaan setiap tahapan pencapaian tujuan dengan cara tertentu sesuai dengan karakteristik wirausaha yang bersangkutan
  2. Pengaturan atau managing berbagai potensi yang terkait baik secara internal maupun secara eksternal
  3. Pengdeteksian serta pengendalian emosi dalam menjalankan berbagai aktivitas
  4. Pemaknaan setiap aktivitas dan reaksinya
Sehubungan dengan adanya aktivitas tersebut, kecakapan yang dibutuhkan pada wirausaha itu adalah kecakapan dalam melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.

Kecakapan dalam Perumusan Tujuan
            Aktivitas apapun pasti dilakukan dengan tujuan tertentu. Bisa jadi, aktivitas yang sama dilakukan oleh dua orang yang berbeda dengan tujuan yang wujudnya berbeda. Bisa jadi juga, kualitas tujuan yang dirumuskan itu berbeda-beda pula. Serendah apapun kualitasnya, sekecil apapun cakupannya, tentang hal apapun isinya, namun yang pasti tujuan itu ada. Demikian pun halnya dengan berwirausaha.
            Kesuksesan berwirausaha diawali oleh kesadaran akan suatu keinginan atau tujuan yang merupakan buah dari wirausaha yang bersangkutan. Kaitannya dengan itu, Jalaludin Ummah (2005 : 179) mengutif bahasa Walt Disney, “Bila Anda mampu memimpikannya, Anda mampu mewujudkannya”. Dengan tujuan yang menggairahkan, bisa diperoleh suatu energi untuk mengorganisir serta mengeksploitasi unsur emosi; kognisi, dan hal lainnya. Bisa dikatakan bahwa keinginan atau tujuan ini merupakan sumber energi psikis pelaku wirausaha.
            Perumusan tujuan ini merupakan salah satu kecakapan. Jalaludin Ummah mengkategorikan hal itu pada Kecerdasan Aspirasi (2005 : 180). Orang yang berbeda pada saat akan melakukan suatu usaha yang sama berkemungkinan akan merumuskan tujuan yang berbeda. Perbedaan yang bersangkutan bisa terletak pada substansinya, bisa juga pada kualitasnya. Hal itu bergantung kepada kepentingan dan atau kecakapan orang yang bersangkutan.
            Ary Ginanjar Agustian (2005 : 204-2014) mengatakan bahwa tujuan ini berjenjang. Secara umum, tujuan itu terdiri atas tujuan jangka panjang, menengah, dan pendek. Tujuan jangka pendek dan menengah ini tentunya merupakan tujuan perantara dalam rangka mencapai tujuan akhir yang terdapat pada tujuan jangka panjang.  Untuk satu butir tujuan akhir, berkemungkinan terdapat “dahan” dan “ranting” tujuan antara yang jumlahnya tertentu. Jumlah butir tujuan antara ini relatif. Hal itu tergantung pada karakter dan substansi kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, tujuan yang dirumuskan pada suatu wirausaha ini berbentuk diagram pohon. Semua butir tujuan yang ada saling berhubungan secara harmonis menuju tujuan akhir.
            Karena tujuan itu merupakan suatu rangkaian, maka dalam merumuskan tujuan pelaku wirausaha harus memperhitungkan kesesuaian antar butir tujuan dan memperhitungkan efektivitas sekumpulan butir tujuan dalam mencapai tujuan berikutnya. Di samping itu, Khairul Ummah dkk (2005 : 196-198) menggabungkan pemikiran Dale Carnegie dan yang lainnya. Hasilnya dinyatakan bahwa tujuan harus dirumuskan dengan memperhatikan hal-hal berikut.
    1. Present time, yakni tujuan dituangkan pada pernyataan seolah-olah sedang terjadi.
    2. Positive, yakni tujuan dinyatakan pada bahasa positif.
    3. Powerful, yakni tujuan harus mampu menimbulkan hasrat kuat untuk maraihnya.
    4. Spesific, yakni tujuan dirumuskan dengan pembatas yang jelas sehingga tujuan yang bersangkutan spesifik.
    5. Measurable, yakni tujuan dirumuskan pada pernyataan yang memiliki rambu-rambu yang pencapaiannya bisa diukur.
    6. Achievable, yakni tujuan dirumuskan mengandung suatu prestasi yang menantang.
    7. Timely, tujuan harus dirumuskan pada batas waktu yang jelas.
Kecakapan aspirasi ini membutuhkan dukungan kecakapan lain. Maksudnya, untuk bisa merumuskan tujuan, dibutuhkan kecakapan pendukung. Kecakapan pendukung itu di antaraanya adalah kecakapan intelektual (yang berupa keluasan wawasan dan berpikir), dan kecakapan emosi (optimis, sabar, dll).

Kecakapan Mengidentifikasi dan Mengorganisir Berbagai Komponen Pembentuk Wirausaha
Sekecil apapun wirausaha itu, hal tersebut merupakan  suatu satuan yang relatif komplek. Adapun kadar kompleksitas wirausaha itu tergantung pada karakter dan substansi wirausaha yang bersangkutan. Di dalamnya terdapat banyak unsur pembentuk. Unsur internal tersebut di antaranya adalah orang, barang yang dijadikan komoditi, perlengkapan, uang, dan rakitan system. 
Di luar satuan wirausaha, terdapat banyak satuan lain. Langsung atau tidak; besar atau kecil, satuan-satuan lain tersebut memiliki relasi interaksi dengan satuan wirausaha yang bersangkutan. Satuan lain di luar wirausaha itu di antaranya kekuatan ekonomi masyarakat, kultur masyarakat, aturan negara, aturan agama, lingkungan terdekat, dan sarana jalan.
            Berbagai unsur  tersebut menentukan sukses tidaknya wirausaha yang bersangkutan. Tentu pengaruh yang diberikannya itu bervariasi. Jika setiap unsur yang terkait bersifat positif mendukung pencapaian tujuan wirausaha, wirausaha yang bersangkutan akan sukses. Namun bila sebaliknya, wirausaha tersebut akan gagal.
Karena unsur terkait sangat kompleks serta karena semuanya itu berpengaruh terhadap kesuksesan wirausaha, maka pelaku wirausaha harus memiliki kecakapan mengenali setiap unsur terkait. Selanjutnya, wirausahawan yang bersangkutan perlu bisa menilai sifat pengaruh yang diberikan setiap unsur itu, positif atau negatif. Hal itu perlu ditindaklanjuti dengan upaya kemampuan menciptakan, memelihara, serta mengendalikan potensi positif tiap unsur itu.
Untuk bisa mengenali setiap unsur terkait dibutuhkan kecakapan kognisi yang berupa keluasan wawasan, kemampuan berpikir, bahkan termasuk kemampuan dasar (di antaranya berkomunikasi). Kecakapan kognisi dikategorikan kecakapan intelegensi (Agustian, 2005). Kecakapan berkomunikasi (membaca dan mendengarkan) dikategorikan kecakapan dasar (Nawawi dkk). Melalui berkomunikasi (membaca dan mendengarkan) seseorang berkemungkinan bisa memiliki wawasan yang luas serta memiliki kiat serta kebiasaan berpikir yang kondusif. Melalui wawasan yang memadai, seseorang berkemungkinan akan dengan mudah mendeteksi unsur-unsur terkait pada wirausahanya. Melalui kepositifan cara berfikirnya, seseorang akan bisa mengidentifikasi unsur terkait, walaupun hal itu belum pernah muncul pada wacana berkomunikasi yang sudah menjadi wawasannya.
            Untuk mengenali unsur-unsur terkait, wirausahawan harus meyakini bahwa segala hal di dunia ini, termasuk berwirausaha, merupakan system. Di dalamnya terdapat bebepara unsur yang saling berhubungan secara fungsional (Amirin, 1984). Karenanya, strategi berpikir yang tepat untuk itu adalah berpikir sistemik.
            Hasil pengidentifikasian akan unsur pembentuk suatu wirausaha ini hendaknya lengkap. Maksudnya, semua unsur yang berkaitan teridentifikasi. Di samping itu, peran atau fungsi setiap unsur harus tergambar. Hal ini akan sangat berguna bagi kepentingan penilaian, penciptaan, pemeliharaan, dan pemaksimalan atau pengendalian potensi yang dikandung masing-masing unsur yang ada. Harapannya, pada akhirnya, semua unsur yang berpengaruh itu memang bisan memberikan pengaruh positifnya secara maksimal.

Kecakapan Mengenali Kelebihan, Kekurangan, Peluang, dan Kendala
            Agar semua aktivitas berjalan lancar dan efektif dalam mencapai tujuan wirausaha, semua unsur yang diperlukan harus potensial untuk mencapai tujuan. Jangan ada satu unsur pun yang tidak mendukung, apalagi terjadi kekosongan unsur yang dibutuhkan. Kelancaran aktivitas tersebut dipengaruhi pula oleh dukungan unsur eksternal sehingga tercipta peluang. Diusahakan jangan sampai ada unsur eksternal yang menghambat atau yang jadi kendala. Sehubungan dengan itu, seorang wirausahawan harus memiliki kecakapan pengidentifikasian atau pengenalan kelebihan, kekurangan, peluang, dan kendala yang ada.
            Adapun yang dimaksudkan dengan kelebihan adalah suatu potensi yang dimiliki sehingga bila potensi itu difungsikan tujuan bisa tercapai. Potensi ini bisa berupa tersedianya unsur internal yang dibutuhkan, bisa juga berupa positifnya karakter atau sifat suatu unsur internal. Kekurangan adalah ketiadaan unsur internal yang dibutuhkan atau ketiadaan sifat positif suatu unsur internal. Peluang adalah ketersediaan unsur eksternal yang memiliki potensi efek positif terhadap wirausaha. Kendala adalah ketiadaan efek positif dari unsur eksternal dan atau ketiadaan unsur eksternal yang semestinya ada untuk memberikan efek postif.
            Untuk bisa mengenali kelebihan, kekurangan, peluang, dan kendala ini, terlebih dahulu secara kognitif wirausahawan harus tahu kebutuhan wirausaha akan unsur internal dan eksternal beserta efek positif yang ideal dari setiap unsur yang bersangkutan itu. Berikutnya, wirausahawan harus mampu memahami kondisi kelengkapan dan efek setiap unsur internal dan eksternal tadi.
            Untuk aktivitas tersebut dibutuhkan beberapa jenis kecakapan. Kecakapan berpikir untuk menganalisis dan menyimpulkan unsur dan efek yang dibutuhkan, menemukan gambaran riil tentang kelengkapan dan efek yang ada dari setiap unsur terkait. Kecakapan akademis yang berupa keluasan wawasan untuk membantu kinerja pikiran dalam melaksanakan tugasnya tadi. Kecakapan social dan komunikasi untuk menggali informasi dari orang, menghadirkan orang, serta mengubah efek unsur yang berupa orang. Kecakapan emosi (yang berupa percaya diri, optimis, keteguhan, dan sebagaimnya) untuk mempertajam aktivitas kognisi dan ektivitas lainnya pada pengidentifikasian tadi. Kecakapan spiritual untuk mempertajam kecakapan emosi. Kecakapan power untuk memfungsikan dan mengorganisir berbagai unsur yang harus ada.
            Hasil pengidentifikasian kelebihan, kekurangan, peluang, dan kendala ini hendaknya lengkap dan akurat. Hal ini dimaksudkan agar tindak lanjut yang dirumuskan benar-benar efektif.

Kecakapan Pelaksanaan setiap Tahapan Pencapaian Tujuan
            Pelaksanaan suatu wirausaha akan relative lebih baik bila diawali dengan perencanaan. Pelaksanaan yang sesuai dengan perencanaan itu berkemungkinan memiliki bagian pelaksanaan yang tidak sesuai dengan semestinya sehingga tujuan tidak tercapai. Karenanya, pelaksanaan yang bersangkutan perlu dipantau atau dimonitoring guna kepentingan pngevaluasian. Berdasarkan hasil evaluasi, demi peningkatan kualitas pelaksanaan wirausaha, pelaksanaan dan perencanaan yang dinilai kurang positif perlu diperbaiki. Oleh karena itu, secara managerial, wirausaha ini secara umum terdiri atas tahapan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan (Robbin dan Coulter, 1999).
            Pada masing-masing tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan, ini  terdapat rincian aktivitas yang lebih kecil dan lebih banyak. Kalau dibuatkan diagram, aktivitas pada wirausaha ini akan membentuk diagram pohon. Di dalamnya terdapat dahan, cabang, dan ranting aktivitas yang jamak dan saling berhubungan baik langsung maupun tidak langsung.
            Sehubungan dengan aktivitas yang banyak tersebut saling berhubungan dalam rangka bersama-sama mencapai tujuan, maka tercapai tidaknya tujuan wirausaha itu dipengaruhi oleh ketepatan dan keharmonisan setiap aktivitas yang ada. Oleh sebab itu, seorang wirausahawan harus berkemampuan menciptakan kondisi agar setiap aktivitas yang ada memang akurat dan harmonis.
            Untuk bisa menciptakan kondisi agar pelaksanaan setiap aktivitas pada tubuh wirausaha itu akurat, seorang wirausahawan perlu memiliki segenap kecakapan hidup. Nawawi dkk meilustrasikan bahwa kecakapan hidup itu meliputi:
  1. Kecakapan Dasar, yang terdiri atas: a) belajar mandiri; b) membaca, menulis, berhitung; c) berkomunikasi; d) berpikir; e) kecakapan kalbu; f) kecakapan mengelola raga; g) kecakapan merumuskan kepentingan dan cara mencapainya; h) kecakapan berkeluarga dan bersosial,
  2. Kecakapan Instrumental, yang terdiri atas a) memanfaatkan teknologi; b) mengelola sumber daya; c) bekerja sama dengan orang lain; d) memanfaatkan informasi; e) menggunakan system; f) berwirausaha; g) kejuruan; h) memilih dan mengembangkan karier;  i) menjaga harmoni dengan lingkungan; j) menyatukan bangsa.
Berwirausaha memang merupakan salah satu bentuk kecakapan hidup. Namun di dalam melaksanakan wirausaha, tidak bisa dipungkiri terdapat aktivitas yang membutuhkan kecakapan lainnya. Dalam hal ini, antar jenis kecakapan secara sinergi bergerak menuju kepada pencapaian tujuan wirausaha.

            Khairul Ummah dkk (2005) mengemukakan bahwa kecakapan hidup yang harus dimiliki manusia itu terdiri atas:
  1. Kecakapan aspirasi, yakni kemampuan mendeteksi kebutuhan-kebutuhan diri;
  2. Kecakapan spiritual, yakni kemampuan untuk memberikan dan merasakan makna akan setiap aktivitas dah hasilnya;
  3. kecakapan intelektual, yakni kemampuan otak dalam belajar dan menciptakan sesuatu;
  4. kecakapan power, yakni kemampuan mengenali dan mengelola berbagai kekuatan atau power baik di dalam maupun di luar diri;
  5. kecakapan emosi, yakni kemampuan mengenali dan mengelola emosi baik di dalam maupun di luar diri.
Dalam berwirausaha, semua jenis kecakapan tersebut dibutuhkan. Dalam berwirausaha terdapat penentuan target atau tujuan. Ini adalah kebutuhan. Setiap aktivitas wirausaha dan hasilnya hendaknya bisa dirasakan maknanya. Untuk berirausaha, perlu kegiatan belajar agar mengetahui dan perlu berkarya agar mendapatkan hasil. Berbagai potensi yang terdapat pada setiap hal, perlu diperankan agar tujuan wirausaha tercapai. Semua aktivitas harus didasari oleh kesabaran, keoptimisan, ketetapan, dan sifat emotif lainnya.
            Pada pelaksanaan aktivitas apapun di dalam berwirausaha ini harus akurat. Artinya, secara substansial aktivitas yang bersangkutan rasional bisa mencapai tujuan yang ditetapkan. Mengapa demikian? Sebab, pada dasarnya berwirausaha ini tidak lain adalah suatu proses pencapaian tujuan. Berarti, segala yang ada di dalamnya harus potensial untuk mencapai tujuan. Termasuk aktivitas-aktivitas yang dilakukan.      

Kecakapan Managerial Berbagai Potensi yang Terkait
            Pada bagian sebelum ini, sudah digambarkan bahwa di dalam berwirausaha terdapat berbagai unsure, baik internal maupun eksternal. Di samping itu, sudah dikemukakan juga bahwa di dalam berwirausaha terdapat berbagai aktivitas yang saling berinteraksi dalam rangka mencapai tujuan. Keakuratan aktivitas tersebut hanya akan muncul bila dikendalikan. Semua aktivitas hanya akan harmonis bisa diciptakan. Semua potensi yang ada di dalam setiap unsure internal dan eksternal hanya akan berperan bila diupayakan. Dengan demikian, dalam berwirausaha ini dibutuhkan adanya suatu pengaturan dan pemanfaatan berbagai potensi yang ada sehingga aktivitas-aktivitas yang diharapkan memang bisa terwujudkan.

Hal itu menunjukkan bahwa di dalam berwirausaha perlu ada kecakapan sejenis itu, yakni kecakapan memanfaatkan dan mengatur berbagai potensi setiap unsure. Kecakapan demikian dinamakan kecakapan power.
Pada pemanfaatan dan pengaturan potensi ini, seorang wirausahawan perlu memperhatikan hal-hal berikut.
1.       Potensi ideal, yakni potensi yang diharapkan untuk mencapai tujuan;
2.       Potensi riil, yakni potensi yang ada;
3.       Pertimbangan kelayakan potensi, yakni mempertimbangkan sudah layak belumnya potensi yang ada bila dibandingkan dengan potensi ideal;
4.       Pengaturan penghadiran potensi, yakni upaya memunculkan dan mengatur frekuensi serta jadual kemunculan potensi yang diinginkan.
Pengaturan power yang baik, paling tidak, memiliki dua buah cirri berikut ini.
1.       kelengkapan potensi, yakni semua potensi yang dibutuhkan bisa terpenuhi secara lengkap;
2.       fungsionalitas potensi, yakni setiap potensi yang muncul memang benar-benar bermanfaat, tidak mubazir, dalam pencapaian tujuan.

Kecakapan Mendeteksi serta Mengendalikan Emosi
            Pelaku wirausaha adalah manusia. Manusia memiliki emosi. Emosi ini merupakan sumbu untuk bereaksi pada saat menerima stimulus. Stimulus manusia berkemungkinan dua macam, yakni reaktif dan pro aktif. Pada saat berinteraksi dengan komponen-komponen lain, baik dengan komponen kebendaan, komponen personal, maupun komponen aktivitas, pelaku wirausaha dituntut untuk memberikan respon-respon tertentu.
Respon yang reaktif adalah respon yang muncul spontan segera setelah stimulus diterima. Pada saat respon reaktif diluncurkan, individu yang bersangkutan tidak melakukan proses menimbang-nimbang pilihan-pilihan reaksi. Jenis respon demikian tidak baik. Hal ini biasa menimbulkan konflik, bukan solusi.
            Respon yang pro aktif adalah respon yang lahir setelah proses pertimbangan pemilihan alternative respon yang ada atas stimulus yang bersangkutan. Respon yang demikian akan efektif menyelesaikan masalah. Respon demikianlah yang ideal, yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia.
                        Pada saat akan merespon, pelaku wirausaha hendaknya memiliki kemampuan mendeteksi dan mengelola emosi. Dengan berpikir melingkar (Aguatian, 2005) dan bersabar diri, pada saat menerima stimulus negative, hendaknya manusia mampu memilih alternative respon emotif yang solutif. Adapun yang dimaksudkan dengan berpikir melingkar adalah berpikir secara menyeluruh, yakni mempertimbangkan sesuatu dilihat dari segenap aspek yang terkait. Hasilnya adalah alternative-alternatif putusan dan pertimbangan putusan yang terbaik. Tindak lanjutnya adalah melahirkan respon yang baik, yang bisa menyelesaikan masalah, paling jelek bisa meminimalkan resiko.
            Bentuk respon emosi yang pro aktif adalah percaya diri, percaya dengan orang lain, saling menghormati, bersabar, bersemangat, optimis, dan yang sejenisnya (Ummah, 2005). Pada dasarnya, respon emosi yang pro aktif itu adalah semua respon yang dilahirkan dengan karakteristik sebagai berikut.
  1. Respon pro aktif tidak spontan lahir segera setelah stimulus muncul.
  2. Respon pro aktif merupakan hasil memilih respon dari sekian banyak alternative respon.
  3. Respon pro aktif memiliki potensi menyelesaikan masalah dan atau meminimalkan resiko.

Pemaknaan Setiap Aktivitas dan Reaksinya
            Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada wirausaha terdapat banyak aktivitas. Pada saat aktivitas digelar terjadi interaksi antar komponen. Karena yang menjadi subjek pada wirausaha ini adalah manusia, maka dari sekian banyak interaksi manusia menjadi pusat interaksi. Pada saat interaksi itu terjadi, di dalamnya terdapat stimulus respon. Berkaitan dengan hal itu, pelaku wirausaha akan sering melakukan aktivitas dan akan sering menerima stimulus serta respon.
            Bagaimanakah sebaiknya sikap wirausahawan pada saat melakukan aktivitas, menerima stimulus, menerima respon (reaksi balikan)? Pada bagian 2.6 sudah dikatakan bahwa seyogyanya dalam hal itu wirausahawan bersikap pro aktif, yakni memilih alternative respon yang ada agar diperoleh respon yang solutif.
            Kenyataan menunjukkan bahwa tidak sedikit wirausahawan yang bersikap reaktif. Akibatnya, komponen lain memberikan respon balik yang negative pula. Berikutnya, kondisi interaksi demikian akan berlanjut dengan kadar kenegatifan reaksi yang semakin lama semakin meningkat. Akhirnya terjadi konflik tajam. Konflik tajam tersebut akan membuat system pada tubuh wirausaha terganggu. Akhirnya tujuan-tujuan yang menjadi target wirausaha menjadi tidak tercapai. Dengan kata lain, aktivitas-aktivitas yang digelar gagal. Karenanya, tidak sedikit wirausaha yang gulung tikar.
            Mengapa terjadi respon yang reaktif? Karena tidak ada kecerdasan emosi. Mengapa kecerdasan emosi tidak dimiliki? Salah satunya adalah karena tidak dimilikinya kecerdasan memberikan makna (spiritual).
            Kecakapan spiritual atau kecakapan memberikan makna adalah kemampuan untuk selalu merasakan kepuasan atau kenikmatan di balik berbagai aktivitas, stimulus, maupun respon. Di balik aktivitas yang melelahkan secara fisik, hendaknya bisa dirasakan ada suatu kelegaan bahwa kita akan, sedang atau sudah melaksanakan salah satu tugas hidup. Di balik stimulus yang tidak diharapkan, hendaknya bisa dirasakan adanya suatu kenikmatan karena berkat stimulus tersebut bisa diperoleh sisi lain yang positif. Demikian juga dengan respon yang negative.

UPAYA PEMILIKAN KECAKAPAN HIDUP
            Bagaimanakah cara memiliki sejumlah kecakapan hidup yang bisa dijadikan modal psikis seorang wirausahawan?
            Adalah pasti bahwa ketidaktahuan akan berakibat pada kenihilan kepemilikan. Bila kita tidak “tahu” tentang cara dan tentang objek kecakapan (baik secara otodidak atau melalui berguru), kecakapan itu tidak akan bisa dimiliki. Karena tidak tahu akan objek kecakapan yang dimaksudkan, kita tidak akan bisa memilih dan mengambil objek yang bersangkutan. Karena tidak tahu caranya, kita akan kesulitan berikhtiar untuk mendapatkan objek kecakapan yang kita inginkan. Karena tahu, objeknya jelas; caranya pun jelas. Selanjutnya, kita akan bisa melaksanakan cara yang bersangkutan serta memilih objek yang tepat sesuai dengan yang diketahui.
            Hanya saja, walaupun kita mengetahui hal itu, belum tentu kita memiliki keinginan untuk mendapatkan objek kecakapan yang bersangkutan. Bila tidak didasari oleh keinginan, “tahu-nya” kita itu akan berhenti di batas tahu saja. Hal itu tidak akan berlanjut dengan ikhtiar mencari. Akibatnya kecakapan itu hanya menjadi pengisi pengetahuan saja, tidak menjadi milik kita yang semestinya direfleksikan pada berbagai aktivitas.
            Di samping tahu, untuk bisa berupaya mendapatkan kecakapan hidup, kita harus memiliki keinginan. Keinginan ini mungkin muncul atas ketulusan nurani, mungkin muncul karena desakan pihak lain. Yang pasti, aktivitas ikhtiar itu muncul atas keinginan, walaupun keinginan itu berupa keinginan untuk menghindar dari resiko yang muncul dari pihak lain (katakan saja sangsi).
Bagaimana cara memunculkan keinginan? Bisa dengan cara dipaksa. Namun yang baik adalah dengan cara yang bisa melahirkan keingingan yang tulus. Orang hanya akan berkeinginan secara tulus akan sesuatu, bila sesuatu yang bersangkutan benar-benar sudah “dirasakan” perlunya. Hal ini menunjukkan bahwa kenikmatan akan mencari dan melakukan aktivitas kecakapan harus dialami dan dirasakan.
Bila kenikmatan akan mencari dan melakukan kecerdasan yang bersangkutan sudah dialami dan dirasakan, hendaknya dilakukan upaya pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar aktivitas kecakapan tersebut secara permanen menjadi kepribadian diri kita. Harapan berikutnya, kecakapan tersebut bisa keluar dari diri kita secara spontan.
Bila kecakapan yang bersangkutan belum melembaga pada diri. Kemunculan kecakapan tersebut hanya akan sekali-sekali saja. Kondisi demikian sangat rentan akan virus kepunahan.
Dapat diresumekan bahwa upaya pemilikan kecakapan hidup ini dilakukan dengan tahapan:
  1. membuat diri kita mengetahui, memahami, serta meyakini;
  2. mencoba merasakan kenikmatan beraktivitas secara cakap;
  3. menumbuhkan keinginan untuk memiliki kecakapan;
  4. melembagakan kepemilikan kecakapan yang bersangkutan melalui pembiasaan.


PENUTUP
Kemudahan memiliki kecakapan hidup itu relative. Hal itu tergantung kepada individu yang bersangkutan. Katakanlah pemilikan kecakapan hidup itu sulit. Namun, yang pasti kecakapan hidup itu sangat dibutuhkan. Kecakapan yang dibutuhkan bukan hanya satu atau dua jenis saja, melainkan semuanya. Hal itu berkaitan erat dengan kesuksesan hidup, termasuk kesuksesan berwirausaha. Sehubungan dengan itu kita perlu berupaya sekuat tenaga memiliki kecakapan hidup secara lengkap dan permanen.

Wawan GUnawan/PBS FKIP Unja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar