Blogger Widgets

Wadah elektronik yang disajikan sederhana ini merupakan komponen komplementer E-LEARNING pada Universitas Jambi yang dimaksudkan sebagai penguat perkuliahan tatap muka. Namun demikian, bila khalayak lain bermaksud memanfaatkannya, saya persilakan dengan senang hati. Semoga ikhtiar kecil ini bermanfaat. Amin.

Kepada segenap pengunjung blog ini, dimohonkan maklumnya sehubungan dengan isi blog ini belum maksimal. Isi blog ini insyaallah akan di-upload-kan berangsur-angsur sesuai dengan keadaan kebutuhan.

Selasa, 03 April 2012

Kriteria Paragraf


Tarigan (2008:36) mengemukakan bahwa paragraf harus memenuhi persyaratan berikut ini. Pertama, isi paragraf hanya berpusat pada satu hal saja. Kedua, isi paragaf relevan dengan isi karangan. Ketiga, paragraf harus koheren dan menyatu. Keempat, kalimat topik harus dikembangkan dengan jelas dan sempurna. Lima, struktur paragraf harus bervariasi. Enam, paragraf harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Dari syarat yang dikemukakan Tarigan, syarat yang bisa dipedomani pada penelitian ini adalah syarat pertama, tentang keberpusatan isi paragraf dengan satu hal; syarat keiga tentang koherensi dan kesatuan; dan syarat yang keempat tentang kejelasan dan kesempurnaan pengembangan pikiran utama. Sementara syarat kedua, tentang relevansi isi paragraf dengan karangan; syarat kelima, tentang variasi struktur paragraf; syarat keenam, tentang kebenaran bahasa yang digunakan,  tidak akan dipedomani dalam penelitian ini. Kesesuaian isi paragraf dengan karangan, variasi struktur paragraf, dan kebenaran penggunaan bahasa memang harus diperhatikan pada saat menulis, namun hal itu merupakan ketentuan yang lebih erat dengan hal di luar paragraf. Jadi, dari pendapat Tarigan ini, persyaratan paragraf yang bisa digunakan adalah syarat kesatuan, koherensi, kesempurnaan pengembangan.
Keraf (1980:67) mengatakan bahwa paragraf harus memiliki kesatuan, koherensi, dan pengembangan pikiran utama. Yang dimaksudkan Keraf (1980:67) dengan kesatuan adalah semua kalimat yang membentuk paragraf yang bersangkutan bersama-sama menyatakan topik yang sama. Yang dimaksudkan Keraf (1980:75) dengan koherensi adalah kekompakkan hubungan antarkalimat pembentuk paragraf. Yang dimaksudkan Keraf (1980:81) dengan pengembangan adalah pengurutan kalimat berdasarkan isinya.
Persyaratan kesatuan dan koherensi yang dikemukakan Keraf ini sama dengan yang dikemukakan Tarigan. Syarat yang berbeda adalah pengembangan atau pengurutan kalimat berdasarkan isinya. Dengan demikian, dengan memperhatikan pendapat Tarigan dan Keraf, diperoleh persyaratan yang harus dipedomani, yakni kesatuan, koherensi, kesempurnaan pengembangan, dan pengurutan kalimat.
Penyimpulan syarat paragraf tersebut sejalan dengan pendapat McCrimmon. McCrimmon (1984:195) mengatakan bahwa persyaratan paragraf itu ada empat, yakni dalam hal kesatuan (unity), kelengkapan (completeness), kelayakan urutan (reasonable order), dan koherensi (coherence). Yang dimaksudkan McCrimmon (1984:195) dengan kesatuan (unity)  adalah semua kalimat membicarakan satu topik.  Yang dimaksudkan McCrimmon (1984:201) dengan kelengkapan (completeness) adalah penyajian pikiran yang lengkap tentang topik yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan pembaca.  Yang dimaksudkan McCrimmon (1984:204) kelayakan urutan (reasonable order) adalah pengurutan sajian kalimat pembentuk paragraf layak dilihat dari isi kalimat yang bersangkutan. Yang dimaksudkan McCrimmon (1984:209) dengan koherensi (coherence) adalah kebertautan kalimat sebelum dan sesudah pada paragraf yang bersangkutan.
Mengenai syarat kelayakan urutan tidak dijadikan persyaratan secara khusus pada penelitian ini. Persyaratan tersebut dimasukkan pada pernyatan koherensi. Dalam persyaratan koherensi terdapat faktor penentu koherensi, di antaranya, adalah pengurutan pikiran (Keraf, 1980:76). McCrimmon (1984:209) berpendapat, “A paragraph that lack orderly movement will not be coherent,…”. Dengan demikian, persyatan paragraf yang dipedomani pada penelitian ini adalah kesatuan, kelengkapan, dan koherensi.
a.      Kesatuan
            Sebagaimana telah dikemukakan, yang dimaksudkan dengan kesatuan ini adalah kemendukungan semua pikiran terhadap pikiran utama yang sama dalam paragraf. Tarigan (2008:36) mengemukakan bahwa isi paragraf hanya berpusat pada satu hal saja. Keraf (1980:67) mengatakan bahwa semua kalimat pembentuk paragraf bersama-sama harus menyatakan topik yang sama. McCrimmon (1984:195)  berkata, “… it must discuss one topik only, that is, it must have unity of subject matter.” Pada pengertian paragraf diketahui bahwa pikiran pembentuk paragraf, kecuali paragraf transisi, terdiri atas beberapa pikiran. Setiap pikiran yang ada menerangkan aspek kandungan pikiran utama.  Kondisi demikian dinamakan keadaan yang menyatu. Fitzpatrick (2005:38) berpendapat, “When all your supporting information is clearly related to your point, your composition has unity”.
            Semua pikiran pembentuk suatu paragraf memang harus menyatu. Hal ini berkaitan dengan hakikat dan fungsi paragraf. Jelas sekali, secara hakiki, paragraf merupakan suatu kesatuan pikiran yang menjelaskan satu pokok pikiran. Berdasarkan hakikat ini, jelas juga bahwa fungsi paragraf adalah menerangkan suatu pikiran utama. Berarti, pada paragraf yang bersangkutan harus terdapat kejelasan tentang pikiran utama yang bersangkutan. Kejelasan tersebut hanya akan ada bila semua pikiran menerangkan aspek-aspek yang terkandung dalam pikiran utama yang bersangkutan.
            Demi kesatuan paragraf, pikiran yang tidak sesuai dengan pikiran utama harus dibuang. Pikiran yang tidak sesuai itu hanya akan membingungkan pembaca. Pembaca tidak membutuhkan pikiran yang mengaburkan penjelasan pikiran utama.
b.      Kelengkapan
            Kelengkapan paragraf ini maksudnya adalah kelengkapan pikiran dalam suatu paragraf. Kelengkapan pikiran ini berkaitan dengan kuantitas tersedianya pikiran penjelas suatu paragraf. Secara morfologis, kelengkapan berasal dari bentuk dasar lengkap. Dalam KBBI Daring (Pusat Bahasa, 2008) dicantumkan bahwa lengkap mengandung arti tersedia segalanya. Dengan demikian, kelengkapan pikiran paragraf itu berupa tersedianya segala pikiran yang dibutuhkan. McCrimmon (1984:2001) secara  mengatakan bahwa kelengkapan (completeness) berkaitan dengan jumlah informasi tentang suatu ide pokok. Tarigan (2008:37) pun mengatakan bahwa bila pengembangan kalimat topik sudah sampai pada keadaan yang menunjukkan tidak ada lagi bagian yang terlewati maka paragraf tersebut sudah lengkap.
            Paragraf memang harus memiliki kelengkapan pikiran penjelas. Pada pengertian paragraf tergambar bahwa paragraf harus mampu membuat pikiran utama menjadi jelas. Oleh karenanya, di dalam paragraf disajikan pikiran-pikiran penjelas. Oshima dan Hogue (2007:44) berkata, “Support sentences explain the topik by giving more information about it.” Pikiran utama yang bersangkutan akan menjadi jelas bila segala aspek kandungannya dikemukakan pada pikiran-pikiran penjelas. Semakin lengkap aspek yang bersangkutan dikemukakan, semakin jelas pikiran utama itu.
            Hal tadi menunjukkan bahwa pikiran utama  memiliki beberapa aspek pikiran bawahan.
Sebagai pikiran, pikiran utama ini merupakan hubungan antara satu ide dengan ide lain. Dalam buku Filsafat Tradisional, Burhan (1964:6) mengatakan bahwa pikiran itu adalah hubungan antara satu ide dan ide lain. Ide yang dimaksudkan buka ide sebagaimana digunakan pada pengertian umum sebagai gagasan atau pikiran. Ide yang dimaksudkan merupakan istilah dunia logika dan filsafat. Ide tersebut adalah representasi suatu objek pada intelek sebagai hasil tangkapan (Poespoprojo, 1999:87).
Di sisi selanjutnya, di samping akan melahirkan pikiran, hubungan antara satu ide dengan ide lain itu juga akan melahirkan ide baru. Yang direpresentasikan oleh ide baru tersebut tidak lain adalah hubungan antara kedua ide pembetuk pikiran. Hal ini terbukti dari kenyataan yang menunjukkan bahwa sebuah kalimat bisa diparafrasekan menjadi sebuah frase. Sementara frase hanya merujuk pada sebuah objek sehingga pada proposisi hanya menduduki satu term. Menurut logika, ide hanya menduduki satu term, di antaranya term pada subjek (Poepoprojo, 1999:50). Menurut kebahasaan, frase tidak melebihi batas fungsi, yakni hanya menduduki satu fungsi, di antaranya fungsi subjek (Ramlan, 1983:137).
            Contoh, kalimat “Ia adalah seorang guru” dapat diparafrasekan menjadi frase “status ia sebagai guru”. Ide “ia” dan ide “seorang guru” membentuk pikiran yang direpresentasikan pada kalimat “Ia seorang guru”. Hubungan ide “ia” dan “seorang guru” melahirkan ide baru “status ia sebagai guru”. Buktinya, ide “status ia sebagai guru” pada proposisi hanya menduduki satu term. Contoh, “Status ia sebagai guru adalah kebanggaan keluarga.”
            Di sisi lainnya, diketahui bahwa sebuah ide memiliki komprehensi (1996:29). Adapun yang dimaksudkan dengan komprehensi adalah segala hal yang terkandung di dalam konsep yang bersangkutan (Poespoprojo, 1999:52). Karenanya, komprehensi ini biasa disebut juga isi ide.
            Kajian logika tadi memberikan kontribusi berupa keyakinan bahwa demi kejelasan pikiran utama paragraf, pikiran penjelas yang disajikan harus lengkap. Pikiran utama mengandung sebuah ide yang menjiwainya.  Ide tersebut memiliki beberapa aspek kandungannya. Aspek kandungan tersebut merupakan “identitas” yang potensial untuk membuat ide tadi menjadi jelas. Oleh karena itu, semakin lengkap aspek kandungan ide disajikan pada pikiran penjelas, ide pikiran utama itu akan semakin jelas.
c.        Koherensi
            Secara fisik, kecuali paragraf transisi, paragraf ini terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat-kalimat tersebut bukan kalimat yang terpisah-pisah, tidak berserangkaian. Kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat-kalimat yang bertautan. Kalimat sebelumnya bertautan dengan kalimat berikutnya. Sehingga, McCrimmon (1984:195) berpendapat, “A paragraph is a set of related sentences….”. Paragraf yang dibentuk oleh kalimat-kalimat demikian dinamakan paragraf yang koheren (Keraf, 1980:75). Dengan demikian, koherensi paragraf ini tidak lain adalah kebertautan kalimat-kalimat pembentuk paragraf.
            Paragraf memang harus koheren. Hal ini berkaitan dengan fungsi kalimat pembentuk paragraf. Semua kalimat yang disajikan pada paragraf dimaksudkan untuk menjelas pikiran utama. Oshima dan Hogue (2007:44) berkata, “Supporting sentences explain the topik….”.  Oleh karena itu, pada konsep kesatuan, dinyatakan bahwa setiap kalimat harus menerangkan aspek kandungan pikiran utama. Hal ini mengandung pengertian bahwa pikiran pada sejumlah kalimat penjelas itu berada dalam satu daerah medan pikiran, yakni medan pikiran utama. Sehubungan dengan itu, secara substansial, pikiran-pikiran pada semua kalimat penjelas ini memiliki hubungan paralel, yakni hubungan antar sesama pikiran penjelas. Kejelasan hubungan paralel tersebut akan mempertegas kesatuan paragraf sekaligus mempertegas jelasnya pikiran utama. Oleh karena itu, kejelasan hubungan antara kalimat sebelumnya dan kalimat sesudahnya harus terlihat jelas. Dengan kata lain, kalimat-kalimat pembentuk paragraf tersebut harus koheren.
            Jika kalimat-kalimat pembentuk paragraf tidak koheren, akan terkesan bahwa kalimat-kalimat tersebut hanya merupakan kumpulan kalimat, yakni kumpulan kalimat  yang tidak bertautan (Keraf, 1980:75; McCrimmon, 1984:209). Hal ini akan berdampak terhadap kejelasan pikiran utama. Pikiran utama akan menjadi tidak jelas. Dengan demikian, paragraf yang tidak koheren akan menghasilkan paragraf yang gagal dalam menjelaskan pikiran utamanya.
            Untuk menghindari kegagalan dalam koherensi, faktor penentu koherensi perlu diperhatikan. Faktor penentu koherensi paragraf ini adalah aspek kebahasaan dan aspek pengurutan pikiran (Keraf, 1980:76). Oshima dan Hogue (2007:79) mengatakan bahwa faktor penentu koherensi tersebut adalah kekonsistenan penggunaan noun dan pronoun, penggunaan tanda transisi, dan pengurutan pikiran. Penggunaan noun dan pronoun serta tanda transisi termasuk aspek kebahasaan sebagaimana dimaksudkan oleh Keraf.
            Aspek kebahasaan yang bisa difungsikan sebagai alat pembangun koherensi adalah penggunaan pronoun, repetisi satuan bahasa, dan tanda transisi. Penggunaan pronoun pada kalimat berikutnya merujuk pada objek tertentu yang dikemukakan pada kalimat sebelumnya (McCrimmon, 1984:212).  Oleh karena itu, pronoun merupakan  alat untuk menghubungan suatu kalimat dengan kalimat sebelumnya. Pengulangan kata atau frase pada kalimat berikutnya menunjukkan ada kaitan dengan kalimat sebelumnya yang menggunakan kata atau frase yang sama (Keraf, 1980:76). Oleh karena itu, pengulangan atau repetisi satuan bahasa bisa dijadikan alat koherensi. Satuan transisi seperti kemudian, sesudah itu, jadi, selanjutnya, dan oleh karena itu menunjukkan bahwa kalimat yang diawali transisi tersebut merupakan hal yang berkaitan dengan kalimat sebelumnya (Keraf, 1980:76). Oleh karena itu, tanda transisi merupakan alat koherensi.
            Sebagaimana telah dikemukakan, di samping aspek bahasa, aspek pengurutan pikiran merupakan penentu koherensi (Keraf, 1980:76; Oshima dan Hogue, 2007:79; McCrimmon, 1984:209).  Sudah dikatakan juga bahwa pikiran-pikiran penjelas itu merupakan pikiran yang berada dalam medan makna yang sama, yakni medan makna pikiran utama yang bersangkutan. Pada realitanya, pikiran-pikiran tersebut memiliki pola hubungan tertentu. Pada saat direpresentasikan dalam paragraf, urutan hubungan yang berkorespondensi dengan realita urutannya akan menunjukkan koherensi pikiran sebelumnya dengan pikiran selanjutnya.
            McCrimmon (1984:2004) berpendapat, “In well-constructed paragraph the sentences follow a consistent order.” Menurutnya, pikiran dalam paragraf yang baik disajikan dengan urutan yang konsisten. Pikiran-pikiran yang disajikan secara berurutan berdasarkan sudut pandang tertentu. Dari awal hingga akhir, sudut pandang yang bersangkutan dipedomani secara tetap atau konsisten. Adapun sudut pandang pengurutan tersebut teridi atas tiga, yakni urutan waktu, tempat, dan logis (Keraf, 1980:81). Pengurutan secara logis, di antaranya, terdiri atas urutan sebab-akibat, umum-khusus, dan proses (McCrimmon,1984:2004).

6 komentar:

  1. Assalamu'alaikum pak,,
    saya AMALLA RIZKI PUTRI dari prodi FISIKA..
    saya ingin bertanya, apakah syarat paragraf di atas juga berlaku untuk laporan praktikum? Karena selama ini saya membuat laporan tanpa memperhatikan kriteria syarat syarat paragraf..
    Terimakasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. assalamualaikum pak..
    saya arif wiratama dari prodi Fisika reguler B 2011.
    saya ingin bertanya pak,seandainya ketiga persyaratan paragraf diatas tidak lengkap pada sebuah kalimat apakah itu masih bisa dikatakan paragraf..
    dan pada persyaratan nya ada pelengkap dan koherensi pak,kedua-duanya adalah penjelas bagi kalimat utama,jadi perbedaan kedua persyaratan tersebut apa pak..

    BalasHapus
  3. Sdr. Amalia, semua jenis tulisan, termasuk laporan praktikum, paragrafnya harus memenuhi kriteria. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh kejelasan.

    BalasHapus
  4. Sdr Arif, tulisan yang bersangkutan tetap dikatakan paragraf. Hanya sparagraf yang bersangkutan tidak tepat.

    Syarat kelengkapan berkaitan dengan jumlah pikiran penjelas. Pikiran yang lengkap adalah pikiran yang menyajikan semua pikiran yang dibutuhkan. Sementara koherensi berkaitan dengan kesinambungan pikiran yang bersangkutan dengan pikiran berikutnya.

    BalasHapus
  5. assalamualakum pak..
    saya TRI SESWANTI fisika reguler B 2011
    saya ingin bertanya pak.pada penjelasan kriteria paragraf di atas.Tarigan berpendapat bahwa salah satu syarat dari paragraf adalah menggunakan bahasa indonesia yang baik dan benar. bagaimana halnya dengan cerpen yang menggunakan bahasa gaul,apakah cerpen itu bisa dikatan paragraf pak?

    BalasHapus